Selasa, 24 September 2013

Profesi Pekerja Sosial di Aceh (oleh: Vici julian)

Saat ini kondisi permasalahan sosial yang ada di Provinsi Aceh sangat beragam dan tergolong besar pesentase nya di banding jumlah penduduk yang sekitar 4 juta lebih, bukan hanya secara kuantitas tetapi juga pada kualitasnya. Kondisi tersebut juga telah menuntut penanganan permasalah kesejahteraan sosial harus betul-betul terencana secara baik dan dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang memiliki potensi di bidang pembangunan kesejahteraan sosial. Terbatasnya peran Pekerja Sosial dalam membantu penanganan permasalahan sosial di Aceh juga merupakan “problem” tersendiri yang dikarenakan kurangnya informasi tentang peran dan fungsi pekerja sosial itu sendiri.
Peran “Pekerja Sosial” yang merupakan SDM dalam melaksanakan "pekerjaan sosial" dalam rangka pembangunan kesejahteraan sosial di aceh masih sangat kurangdi banding dengan "kebutuhan" yang seharusnya ada, seperti di lingkungan rumah sakit, lingkungan industri, masyarakat marginal, atau juga pekerja sosial di dalam masyarakat. Dari data base yang di miliki oleh Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) Aceh, terdata sekitar 70 orang pekerja sosial yang ada di Provinsi Aceh yang merupakan lulusan sarjana bidang kesejahteraan sosial. Dari jumlah sekitar 70 orang pekerja sosial yang telah menempuh pendidikan strata satu (S1) di bidang kesejahteraan sosial dari berbagai perguruan tinggi sebahagian besar berada di Banda Aceh dan bekerja pada instansi-instansi pemerintah. Hanya sebahagian kecil yang bekerja pada sektor medis, industri, koreksional maupun pada sektor lembaga kesejahteraan sosial (LKS) non pemerintah.
Pekerjaan sosial merupakan pekerjaan profesional, syarat profesional adalah didasari oleh pengetahuan, skill dan value. Fokus pekerjaan sosial adalah relasi sosial antara klien (individu, kelompok dan masyarakat) dengan lingkungan sosial dengan tujuan akhir adalah kesejahteraan sosial atau keberfungsian sosial.
Untuk itulah perlu "sangat" mengenalkan keberadaan serta peran “pekerja sosial” di  Provinsi Aceh, karena Aceh pasca bencana tsunami dan pasca konflik bersenjata beberapa tahun silam banyak menimbulkan efek "permasalahan sosial" yang sampai saat ini mulai semakin "terlihat" dan beragam. Fakir miskin, peminta-minta dijalan maupun tempat keramaian, anak diterlantarkan, penyalahgunaan narkoba adalah beberapa permasalahan yang jelas dan tampak di Aceh saat ini, khususnya di perkotaan. Penanganan permasalahn sosial saat ini masih terbatas mengandalkan pembinaan singkat dan pemberian modal berusaha kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial, sangatlah kecil tingkat keberhasilan dalam rangka mengembalikan keberfungsian sosial mereka. 
Aceh, perlu segera melakukan pembenahan terhadap penangan permasalahan sosial yang saat ini kebanyakan cenderung penanganan "sesaat" tanpa melakukan pendampingan jangka panjang dalam mengembalikan keberfungsian penyandang masalah. Perlu mendiskusikan, terbuka dan menggunakan "kearifan lokal" terhadap pola penanganan permasalah sosial dengan melibatkan tenaga profesional di bidang kesejahteraan sosial, yaitu Pekerja Sosial (Social Worker) yang merupakan bagian penting dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Selain itu pemerintah Aceh tidak bisa "sendiri" dalam penanganan permasalahan sosial, harus dapat bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga kesejahteraan sosial yang ada. Pemerintah Aceh juga harus dapat medorong pihak swasta/industry berperan aktif dalam penanganan permasalahan sosial yang ada di Aceh melalui CSR. 

(catatan september 2013)

1 komentar: