Selasa, 24 September 2013

ANALISIS MASALAH DAN TANTANGAN PEMERINTAH ACEH DALAM PENANGANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (oleh: Vici Julian)

Beberapa permasalahan dan tantangan Pemerintah Aceh dalam penganan PMKS selama ini adalah:

1.      Pemberdayaan dan pendampingan sosial belum optimal.
Permasalahan:
Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) masih banyak tertumpu pada pihak provinsi, sedangkan instansi sosial kabupaten/kota masih terbatas menyediakan anggaran  untuk pemberdayaan maupun pendampingan bagi kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial. Jumlah anggaran  yang tersedia selama ini belum bisa menjangkau penerima manfaat secara representatif.
Pelaksanaan pendampingan belum dapat dilakukan secara maksimal, baik  kualitas dan kuantitas serta kontinuitas.
Tantangan:
Perlunya penguatan advokasi dan sosialisasi kepada pihak kabupaten/kota tentang pentingnya  pembangunan kesejahteraan sosial sesuai dengan amanat Undang-undang Kesejahteraan Sosial Nomor 11 Tahun 2009 dan Undang-undang Penanganan Fakir Miskin Nomor 13 Tahun 2011.
Perlunya peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pendampingan secara partisipatif, penting dilakukan untuk dapat mengefektifkan pelaksanaan pemberdayaan.  

2.      Masalah dan Rehabilitasi Sosial masih belum optimal.
Permasalahan:
Masalah rehabilitasi sosial bagi Penyandang Masalah kesejahteraan sosial (PMKS) belum optimal dikarenakan; ketersediaan dana selama ini belum mampu menjangkau jumlah Penyandang Masalah kesejahteraan sosial secara representatif, PMKS yang telah menerima manfaat belum mendapatkan pendampingan yang memadai,.
Selain permasalahan PMKS selama ini juga adanya fenomena baru timbulnya komunitas tuna sosial dan pra lanjut usia yang memerlukan rehabilitasi sosial. Belum Tersedianya aksesibilitas yang memadai khususnya bagi orang dengan disabilitas (orang dengan kecacatan) dan lanjut usia.
Belum tertanganinya permasalahan perlindungan anak secara komprehensif dikarenakan masih banyaknya permasalahan anak yang belum tertangani secara tuntas.
Tantangan:
Perlunya perluasan jangkauan pelayanan sosial bagi PMKS baik secara kualitas maupun kuantitas layanan melalui kegiatan Rehabilitasi Berbasiskan Masyarakat (RBM).
Diperlukannya inovasi program untuk dapat memberikan Masalah kepada para tuna sosial dan pra lanjut usia secara spesifik.
Perlu adanya upaya untuk meningkatkan aksesibilitas fisik dan nonfisik untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial orang dengan disabilitas dan lanjut usia terlantar.
Diperlukan penguatan dan pengembangan kerja sama serta kemitraan strategis sebagai upaya untuk meningkatkan sinergisitas penyelenggaraan perlindungan anak secara terpadu dan berkelanjutan.   


3.     Perlindungan dan Asistensi  Sosial belum terlaksana secara optimal.
Permasalahan:
Masih banyak PMKS yang belum mendapatkan  perlindungan dan asistensi sosial, seperti : lanjut usia terlantar bedridden, orang dengan disabilitas berat, pekerja migran, dan korban tindak kekerasan secara fisik dan non fisik.
Tantangan :
Perlunya pengalokasian anggaran untuk program perlindungan dan asistensi sosial bagi lanjut usia terlantar bedridden, orang dengan disabilitas berat, pekerja migran, dan korban tindak kekerasan, dikarenakan selama ini program asistensi sosial baru dilaksanakan melalui APBN, dengan jumlah penerima manfaat yang sangat terbatas.
Kelancaran pelaksanaan program membutuhkan adanya kebijakan dan aturan pemerintah  yang mendukung ditingkat  Provinsi dan Kabupaten/Kota

4.     Penguatan Kelembagaan Sosial belum maksimal.
            Permasalahan:
Kelembagaan Sosial yang ada (Karang Taruna, WKSBM, LK3, FKPSM, PUSPELKESOS, LKSA, Forum TKSK, Forum TAGANA, Forum Lansia,dll)  yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial belum terorganisir secara baik dan masih belum adanya standar Masalah minimal dan sertifikasi kelembagaan.
Belum disahkannya Qanun Kesejahteraan Sosial Aceh yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial Aceh.
Tantangan:
Perlu  adanya standard pelayanan minimal dan sertifikasi kelembagaan.
Perlu segera disahkannya Qanun Kesejahteraan Sosial dan Peraturan Gubernur sebagai dasar dalam pelaksanaan  pembangunan kesejahteraan sosial, termasuk Penguatan Kelembagaan Sosial baik instansi sosial pemerintah maupun Lembaga Kesejahteraan Sosial yang dikelola oleh masyarakat/swasta.

5.     Perluasan Jangkauan Pelayanan Sosial belum terpenuhi.
            Permasalahan:
Pelayanan kesejahteraan sosial yang ada selama ini belum mampu di akses oleh PMKS yang berada di berbagai desa dalam kecamatan dikarenakan layanan kesejahteraan sosial yang ada masih tertumpu di provinsi dan Kabupaten/Kota.

Tantangan:
Memperluas jangkauan layanan serta mendorong pihak kabupaten/kota, masyarakat, Potensi dan sumber kesejahteraan sosial serta dunia usaha untuk dapat memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada PMKS di semua wilayah Aceh secara terintegrasi dan berkelanjutan.

6.     Koordinasi dan Kemitraan belum optimal.
Permasalahan:
          Belum optimalnya kerjasama, koordinasi dan kemitraan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dengan mitra swasta/dunia usaha dan perbankan, lembaga swadaya masyarakat/LKS dan stakeholders dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial.
           
Tantangan:
Perlu peningkatan pengembangan kemitraan sosial secara sinergis antar pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten kota dengan mitra swasta/dunia usaha dan perbankan, lembaga swadaya masyarakat/LKS dan stakeholders dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial.  Kemitraan ini juga terkait dengan memaksimalkan pengelolaan dana kemasyarakatan atau CSR (Corporate Social Responsibility) dan mendayagunakan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yang berbasis masyarakat seperti Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial (Puspelkessos).

    *Banda Aceh, 2012







Tidak ada komentar:

Posting Komentar